ini suatu lonjakan terbesar dan mungkin PR (Pekerjaan Rumah) adalah bagaimana memastikan inovasi ini kita proteksi

Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Wakil Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Febrian Alphyanto Ruddyard menyarankan PT Moosa Genetika Farmindo segera memproteksi inovasi berbasis genetik untuk sapi perah tropis Indonesia menjadi kekayaan intelektual.


“Dengan adanya (program) Sapi Merah Putih ini menunjukkan kembali bahwa inovasi bukan hanya di bidang ekonomi kreatif, tapi berada dalam lingkungan STEM atau Science Technology Energy and Math. Jadi, ini suatu lonjakan terbesar dan mungkin PR (Pekerjaan Rumah) adalah bagaimana memastikan inovasi ini kita proteksi,” katanya dalam acara Peluncuran Sapi Merah Putih di Lapangan Banteng Jakarta, Jumat.


Sapi Merah Putih merupakan program peningkatan genetik yang dirancang untuk memperkuat industri sapi perah Indonesia dengan fokus pada sistem peternakan rakyat.


Menteri PPN/Kepala Bappenas Rachmat Pambudy menjadi inisiator dari program ini, mengingat dirinya juga merupakan akademisi di bidang agribisnis dan guru besar di Institut Pertanian Bogor (IPB).


Program ini bertujuan untuk mengembangkan sapi perah yang lebih produktif dan tangguh terhadap kondisi tropis, dengan memanfaatkan plasma nutfah lokal yang telah beradaptasi.






Salah satu langkah strategis dalam peningkatan genetik adalah apa yang disebut Genomic Selection (GS), metode seleksi berbasis informasi genetik dan perhitungan gEBV (genomic Estimated Breeding Value).


GS memungkinkan identifikasi sifat unggul seperti produksi sapi, ketahanan terhadap penyakit tropis, efisiensi pakan, dan adaptasi terhadap lingkungan panas secara lebih cepat dan akurat.


Hal ini mengingat kondisi peternakan rakyat di Indonesia secara umum tak memiliki catatan produksi memadai, tujuan usaha yang berbeda-beda, serta manajemen beragam.


Pada prinsipnya, GS menggunakan informasi genetik bernama Single Nucleotide Polymorphism (SNP) yang terdapat pada untai DNA sapi dan menjadi penanda sifat-sifat ternak bernilai ekonomi.


Ribuan SNP dapat menjadi penanda sifat yang saling menyalin dan berkontribusi terhadap performa ternak.






Pada sapi perah yang telah berkembang dan beradaptasi di lingkungan tropis Indonesia, informasi genetik ini dapat diprofilkan untuk mengetahui hubungan antara data genetik dan kemampuan produksi yang selanjutnya diseleksi secara genetik.


PT Moosa Genetika Farmindo bersama IPB sendiri telah berinovasi dalam pembuatan Indonesian Genomic Breeding Value (IGBV) yang merupakan sistem nilai pemuliaan genetik berbasis DNA. Sistem nilai ini menjadi pertama yang di Indonesia.


Dalam bahasa lain, IGBV yaitu suatu nilai seleksi yang dihitung menggunakan data genetik (DNA) sapi di Indonesia untuk memprediksi potensi kualitas keturunan atau kemampuan produksi ternak di masa depan.


Konsep ini menggabungkan teknologi genomik dengan pendekatan pemuliaan konvensional, dan digunakan untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas dan kualitas genetik populasi ternak lokal.


IGBV dimanfaatkan guna memprediksi seberapa bagus seekor sapi sebagai induk (jantan atau betina) dalam mewariskan sifat unggul berdasarkan data DNA, seperti produksi susu, pertumbuhan otot, daya tahan penyakit, atau efisiensi pakan.


Cara kerja dari IGBV adalah mengumpulkan DNA dari sapi melalui darah, rambut, atau jaringan; lalu analisis genomik dilakukan di laboratorium untuk mendeteksi ribuan penanda genetik (Single Nucleotide Polymorphisms/SNPs); serta pemodelan statistik dan machine learning guna menghubungkan variasi genetik dengan performa nyata (data fenotip) dari populasi sapi di tanah air. Hasil dari penelitian ini ialah sebuah angka nilai seleksi yang disebut IGBV.






Adapun tujuan dan manfaat IGBV yakni seleksi lebih akurat sejak usia muda (bahkan sebelum sapi lahir), menghindari inbreeding (perkawinan sedarah) karena pemetaan genetik lebih jelas, mempercepat perbaikan genetik dibanding metode tradisional yang butuh generasi bertahun-tahun, membangun bank data genetik nasional sapi Indonesia (lokal, perah dan premium), serta meningkatkan nilai ekonomi/nilai tukar sapi hasil seleksi.


“Jadi ini bukan orang nemu di jalan, ini proses inovasi pemikiran cukup panjang. Ini harus kita jaga bersama karena penjagaan terhadap inovasi ini adalah salah satu visi yang strategis. Kalau tidak, bisa diambil orang, jadi harus secepatnya kita daftarkan dan kita jaga betul dengan kita proteksi,” ungkap Febrian Alphyanto.