Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) Bonifasius Wahyu Pudjianto mengingatkan akan pentingnya menjunjung nilai etika saat mengambil foto di ruang publik.


“Di beberapa negara yang sudah maju, kita mengambil foto orang aja harus ada izinnya. Nah ini bagaimana dengan kita? Ini terkait dengan budaya dan etika,” kata Bonifasius di Kantor Kemkomdigi, Jakarta Pusat pada Jumat.


Bonifasius menjelaskan data pribadi tidak hanya teks atau informasi tertulis, tetapi juga mencakup gambar wajah dan biometrik. Oleh karena itu dia menekankan pentingnya persetujuan dari orang yang akan difoto sebelum memotret dan menyebarluaskan gambarnya.


Menurut Bonifasius, meminta izin sebelum memotret orang lain sejalan dengan nilai etika dan budaya. Fotografer diimbau untuk meminta izin orang yang akan difoto sebelum mengambil gambar, termasuk jika ingin disebarkan di ruang digital maupun keperluan komersil.


"Oleh karena itu saya sangat mengimbau untuk rekan-rekan yang mengambil gambar perhatikanlah etika dan budaya kita. Kalau kita mau mengambil gambar, cobalah untuk izin terlebih dahulu," ujarnya.







Diketahui, Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) menegaskan kegiatan pengambilan gambar atau aktivitas fotografi yang dilakukan di ruang publik wajib mematuhi ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP).


Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Kemkomdigi Alexander Sabar menekankan setiap pemotretan dan publikasi foto harus memperhatikan aspek hukum dan etika pelindungan data pribadi.


“Foto seseorang, terutama yang menampilkan wajah atau ciri khas individu, termasuk kategori data pribadi karena dapat digunakan untuk mengidentifikasi seseorang secara spesifik. Foto yang menampilkan wajah seseorang termasuk data pribadi dan tidak boleh disebarkan tanpa izin,” kata Alexander.


Alexander mengatakan masyarakat memiliki hak untuk menggugat pihak yang melanggar atau menyalahgunakan data pribadi sebagaimana diatur dalam UU PDP dan UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).