TRIBUNNEWS.COM -- Dua jenderal purnawirawan polisi meminta agar kepolisian menindak tegas eks Kapolsek Baito, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, Ipda M Idris setelah jabatannya dicopot.
Mantan Kabareskrim Komjen (Purn) Susno Duadji dan mantan Wakapolri Komjen (Purn) Oegroseno mengatakan bahwa Idris telah melanggar kode etik kepolisian dalam kasus kriminalisasi guru Supriyani.
Selain itu, eks kapolsek juga diduga telah melakukan tindak pidana, yaitu dengan menerima uang Rp 2 juta dari Rp 50 juta yang diminta dari guru Supriyani.
Susno mengatakan bahwa polisi telah mengakui kesalahan penyelidikan dengan mencopot Kapolsek Baito.
Pencopotan tersebut juga membuktikan Supriyani tidak bersalah dalam kasus dugaan penganiayaan terhadap anak Aipda Wibowo Hasyim, D, yang dilaporkan oleh istri Aipda Wibowo Hasyim.
"Tindakannya bagus, cepat mengambil keputusan. Tapi, baru sampai pada pelanggaran etika ya," kata Susno dalam wawancara bersama Nusantara TV, beberapa waktu lalu.
Tidak bersalahnya Supriyani juga tersirat dalam sidang di Pengadilan Negeri Andoolo di mana jaksa menuntut dia tidak bersalah.
Namun Susno berpendapat sanksi terhadap Kapolsek Baito tak cukup hanya dengan pencopotan dari jabatannya.
Menurutnya, Kapolsek Baito telah melakukan tindak pidana korupsi. Sebab, Iptu MI sudah menerima uang damai Rp2 juta dari yang diminta sebesar Rp50 juta.
Dugaan pemerasan tersebut menurutnya terungkap di medsos, mintanya sekian puluh juta, baru dibayar Rp2 juta dan sudah diterima oleh kapolsek Baito.
"Tidak cukup dengan sanksi etika dicopot dari jabatan. Tapi, pidana telah terjadi. Apakah dia sudah menerima suap? Kalau dia menerima suap, itu tindak pidana korupsi," jelas Susno.
Susno menegaskan bahwa tindakan tegas bagi oknum korps kepolisian harus dilakukan agar memberi contoh bagi anggota-anggota lainnya.
"Sangat baik untuk memberi pelajaran kepada anggota Polri supaya tidak sembarangan melakukan perbuatan yang nyeleneh-nyeleneh," kata Susno.
Sementara Komjen (Purn) Oegroseno mengatakan, dari awal sudah ada pelanggaran etika profesi cukup berat, mulai dari sebelum laporan polisi dibuat, mereka sudah menyita dugaan barang bukti.
"Propam harus melakukan tindakan yang benar dan baik, supaya bisa menemukan bahwa peristiwa penyidikan kasus ini ditemukan pelanggaran etika profersi berat, dan anggota polisi tersebut harus ditindak tegas supaya tidak terjadi di beberapa tempat lainnya," ungkap Oegroseno dikutip dari tayangan Nusantara TV.
Menurut Oegro, perbuatan oknum polisi ini tidak bisa digeneralisir bahwa semua polisi seperti itu saat menangani kasus menyangkut anak polisi.
Karena menurut Oegro, ada oknum yang biasanya merasa pangkatnya lebih tinggi dari penyidik atau penyidik pembantu, di situ dia menunjukkan powernya.
"Propam harus menonaktifkan semua yang diduga terlibat, diperiksa dan disidangkan sampai tuntas," kata Oegro yang juga mantan Kadiv Propam Polri.
Jika dalam pemeriksaan itu oknum polisi ini tidak bersalah, maka harus dikembalikan ke jabatan semula.
Namun jika ditemukan alat bukti yang cukup, maka harus disidangkan.
"Hasil sidang ini mengarah di copot sampai pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH)," tegasnya.
Oegro juga meminta sidang kode etik dibuka untuk masyarakat umum, sehingga bisa transparan.
"Propam jangan lagi tertutup, rahasia. Tapi sidang kode etik harus bisa dihadiri masyarakat," tegasnya.
Sidang vonis guru Supriyani terjadwal pada Senin (25/11/2024) mendatang.
Jadwal tersebut dikonfirmasi oleh Wakil Ketua PN Andoolo, Nursinah.
Jelang vonis tersebut, guru Supriyani berharap majelis hakim membebaskannya tanpa syarat.
“Tentu saya berharap bisa bebas sama hakim nanti,” katanya.
Supriyani pun kembali memastikan dirinya tak pernah memukul murid.
“Karena saya tetap kukuh tidak pernah melakukan pemukulan sama murid saya,” jelasnya usai sidang pembacaan nota pembelaan dan tanggapan jaksa, Kamis (14/11/2024) di Pengadilan Negeri Andoolo, Konawe Selatan.
Seusai sidang, guru Supriyani dijemput suami Katiran dan anak laki-lakinya.
Di momen tersebut, Supriyani mencium sang putra.
Supriyani berharap dirinya bisa divonis bebas tanpa syarat saat sidang pembacaan putusan nantinya.
"Tentu saya berharap bisa bebas sama hakim nanti," katanya.
"Karena saya tetap kukuh tidak pernah melakukan pemukulan sama murid saya," tutup Supriyani
Di sisi lain, guru Supriyani semakin banyak mendapat dukungan dari berbagai pihak.
Murid SDN 4 Baito, tempat guru Supriyani mengajar pun berharap gurunya bisa dibebaskan.
“Kami minta pak hakim tolong bebaskan ibu Supriyani. Kami mau ibu Supriyani mengajar lagi,” kompak sejumlah murid menyampaikan video testimoninya bersama-sama.
Pun, dengan sejumlah murid mengaku tak menyangka gurunya diperkarakan.
Misalnya F, murid kelas 6, yang mengaku berinteraksi langsung dengan Supriyani di kelas 1 dan 2 SD.
“Ibu guru Supriyani orang baik terus ramah. Tidak pernah galak sama kami,” ujar F ditemui di SDN Baito.
Bahkan, sang guru selalu menenangkan murid jika ada masalah, termasuk jika tidak mengerjakan tugas sekolahnya.
“Kalau kita punya masalah di kelas selalu ditenangin sama ibu Supriyani,” kata F.
Senada disampaikan M, murid kelas 6 lainnya, yang menyebut sosok guru Supriyani penyabar.
Bahkan, saat menghadapi murid yang tidak mengerjakan tugas-tugasnya.
“Malahan ibu guru (Supriyani) bantu selesaikan tugas kalau kitanya belum kerjakan tugas,” jelas M.
“Biar di kelas begitu juga tidak pernah marah kalau menegur,” ujarnya menambahkan.
Tak hanya murid, pihak sekolah dalam hal ini kepala sekolah Sanaa Ali, guru Lilis, maupun Nur Aisyah, menyampaikan harapan senada.
Dalam kesaksian ketiganya di pengadilan, baik kepsek maupun guru, tersebut juga menyangsikan guru Supriyani memukul murid.
Pengurus Persatuan Guru Republik Indonesia Sulawesi Tenggara (PGRI Sultra) juga berharap majelis hakim memvonis bebas. (Surya/Tribun Sultra)
Contact to : xlf550402@gmail.com
Copyright © boyuanhulian 2020 - 2023. All Right Reserved.