TRIBUNNEWS.COM - Luis Enrique terus menjaga mimpinya untuk mematahkan kutukan Liga Champions milik Paris Saint-Germain (PSG).
Setelah menyingkirkan Liverpool, jadwal Perempat Final Liga Champions atau babak 8 besar menempatkan Paris Saint-Germain (PSG) bertemu dengan Aston Villa.
Performa PSG saat melawan Liverpool seolah membuka mata banyak orang. Di dua leg, Opta mencatat PSG memiliki dominasi dengan statistik yang mengesankan, mencatatkan 48 tembakan dan penguasaan bola 62 persen.
Di balik performa yang mentereng ini, ada satu sosok yang membawa angin perubahan yang tak lain adalah sang pelatih, Luis Enrique.
Sudah lama PSG mengincar gelar Liga Champions, salah satu caranya adalah meniru filosofi 'Galácticos' Real Madrid dengan mendatangkan bintang-bintang besar sepak bola dunia.
Lionel Messi, Neymar, dan Kylian Mbappe adalah nama yang pernah didatangkan dan ketiganya pernah bermain bersama untuk PSG.
Namun, saat memiliki trio megabintang itu, PSG ternyata tetap gagal meraih trofi Liga Champions yang mereka idamkan.
Kini, di bawah asuhan Luis Enrique, pendekatan yang dilakukan PSG berubah drastis.
Setelah kepergian Mbappe, banyak yang meragukan PSG sebagai kandidat serius untuk menjuarai kompetisi tertinggi di Benua Biru, Liga Champions.
Namun, perjalanan mereka di Liga Champions musim ini membuktikan sebaliknya.
Meskipun mereka tidak melaju dengan mulus di fase grup, kemenangan atas Manchester City dan Stuttgart menjadi titik balik.
Kemudian, menggilas Brest 10-0 dalam babak play-off dan menyingkirkan Liverpool di babak 16 besar semakin menegaskan kebangkitan mereka.
Luis Enrique, Sosok di Balik Perubahan
Luis Enrique bukanlah sosok asing di sepak bola Eropa. Ia pernah membawa Barcelona meraih treble di musim 2014-15, membuktikan bahwa ia mampu menangani tim dengan ambisi besar.
Namun, dibandingkan dengan nama-nama seperti Pep Guardiola atau Carlo Ancelotti, reputasinya masih sering dipandang sebelah mata.
Salah satu alasan mungkin karena ia lebih lama berkutat di sepak bola internasional bersama timnas Spanyol, yang lebih mengutamakan filosofi permainan jangka panjang ketimbang hasil instan.
Ia juga sempat mengalami jeda karir untuk merawat putrinya Xana, yang meninggal karena kanker tulang pada usia sembilan tahun pada Agustus 2019.
Setelah melatih Timnas Spanyol di Piala Dunia 2022 lalu, Enrique lantas memilih PSG sebagai persinggahan karirnya.
Namun, keputusannya memilih PSG mendatangkan masih dianggap sebelah mata karena Ligue 1 kerap dinilai sebagai liga kelas dua dibandingkan Premier League atau La Liga.
Namun, cara Luis Enrique menangani PSG dalam laga melawan Liverpool memperlihatkan manajemen tim yang berbeda dari sebelumnya.
Ia tidak hanya mengandalkan bakat individu pemainnya, tetapi juga menanamkan kerja keras dan intensitas tinggi dalam permainan.
Hasilnya, PSG menunjukkan permainan yang agresif, mendominasi penguasaan bola, dan menciptakan banyak peluang meski harus puas dengan hasil imbang di leg kedua.
Statistik Menguatkan Optimisme
Namun siapa sangka, secara statistik, Luis Enrique adalah salah satu pelatih terbaik di Liga Champions.
Seperti dicatat Opta Analyst, sejak debutnya di kompetisi ini pada musim 2014-15, ia memiliki persentase kemenangan 63,2 persen.
Hanya Hansi Flick (85,7 persen) dan Carlo Ancelotti (63,5%) yang memenangkan proporsi yang lebih besar dari pertandingan mereka selama periode yang sama.
Namun, dalam sejarah Liga Champions tingkat kemenangan Luis Enrique 63,2?alah yang terbaik kedua di antara semua manajer yang telah memimpin setidaknya 30 pertandingan.
Ia hanya kalah dari Jupp Heynckes (68,1%) dan unggul dari nama-nama besar seperti Pep Guardiola (61,9%) serta Louis van Gaal (60%).
Meski sempat tersingkir di semifinal oleh Borussia Dortmund musim lalu, PSG kali ini tampil lebih solid.
Eliminasi Liverpool menjadi bukti bahwa mereka kini adalah tim yang lebih matang dan siap bersaing di level tertinggi Eropa.
"Kami menunjukkan bahwa kami adalah tim yang nyata," katanya setelah kemenangan di Anfield.
"Dengan para penggemar kami, kami memainkan pertandingan yang sangat bagus, dan kami bangga dengan tim hebat ini."
"Ini baru permulaan," ujar Luis Enrique setelah kemenangan atas Liverpool.
Ucapan tersebut terdengar lebih dari sekadar harapan, seolah mereka benar-benar bisa mewujudkannya.
Selama lebih dari satu dekade, Liga Champions telah menjadi obsesi PSG. Kini, mentalitas baru yang dibawa Luis Enrique memberi harapan bahwa mimpi tersebut bisa menjadi kenyataan.
Dengan kombinasi taktik cerdas, disiplin tim yang lebih baik, dan rekam jejak Luis Enrique yang mumpuni, PSG kini memiliki peluang lebih besar untuk menaklukkan Eropa.
(Tio)