TIMESINDONESIA, PANGANDARAN – Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD Pandega) Kabupaten Pangandaran menjadi satu dari hanya tiga rumah sakit di Jawa Barat yang memiliki alat crossmatch otomatis.
Crossmatch adalah suatu jenis pemeriksaan yang dilakukan sebelum pelaksanaan transfusi darah. Tujuannya adalah untuk melihat apakah darah dari pendonor cocok dengan penerima atau tidak. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya reaksi transfusi hemolitik.
Di mana sel darah merah penerima dihancurkan oleh sistem kekebalan tubuh. Pemeriksaan ini juga dapat mendeteksi adanya antibodi pada serum penerima yang dapat mengurangi umur hidup sel darah merah donor.
Crossmatch sangat penting untuk memastikan transfusi darah berjalan aman dan efektif.
Titi Sutiamah, Direktur RSUD Pandega Pangandaran mengatakan, crossmatch itu ada beberapa jenis namun Rumah Sakit (RS) yang mempunyai alat crossmatch otomatis hanya ada 3 di Jawa Barat dan salahsatunya di RSUD Pandega Pangandaran.
"Ada beberapa jenis crossmatch, tapi yang punya alat otomatis di Jawa Barat hanya ada di 3 RS dan salahsatunya di RSUD Pandega," kata Titi.
Titi menjelaskan, crossmatch adalah pemeriksaan penting yang dilakukan sebelum transfusi darah untuk memastikan kecocokan antara darah donor dan penerima, sehingga mencegah reaksi transfusi yang berbahaya.
"Sebelum dilakukan trasnfusi darah, untuk memastikan kecocokannya adalah dengan crossmatch, hal tersebut dilakukan untuk mencegah reaksi transfusi yang berbahaya," jelasnya.
1. Registrasi pasien:
Langkah awal untuk pencatatan dan pendataan kebutuhan darah.
2. Pengambilan labu darah:
Menggunakan metode FIFO (First In, First Out), yakni darah yang pertama kali masuk akan digunakan terlebih dahulu.
3. Pemeriksaan golongan darah:
Untuk memastikan golongan darah pasien dan pendonor sesuai.
4. Sentrifugasi darah:
Darah diputar menggunakan alat khusus untuk memisahkan komponen penting.
5. Pengerjaan crossmatch otomatis:
Dilakukan menggunakan alat otomatis canggih.
"Hasil proses crossmatch itu akan menentukan apakah transfusi darah dapat dilakukan atau tidak. Sehingga reaksi berbahaya dari transfusi darah bisa dihindarkan," pungkasnya. (*)